Rabu, 11 Juli 2012

Teknik Diam dalam Konseling


Teknik Diam
Teknik diam atau silence adalah suasana hening, tidak ada nteraksi verbal antara konselor dan klien, dalam proses konseling.
Diam adalah amat penting. Diam bukan berarti tidak ada komunikasi, akan tetapi melakukan komunikasi non verbal. Diam yang paling ideal antara 5- 10 detik dan selebihnya diganti dengan dorongan minimal.

Tujuannya yaitu:
Ø  Memberikan kesempatan kepada klien untuk beristirahat atau mereorganisasi pikiran dan perasaannya atau mereorganoisasi kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya
Ø  Mendorong klien atau memotivasi klien mencapai tujuan konseling.

Makna diam bertujuan untuk :
a.   Bentuk penolakan atau ekspresi ketidak setujuan yang dilakukan konselor ataskebingungan yang dirasakan klien.
b.   Klien merasa sakit, salah satu cara pengekspresian rasa sakit klien saat terjadinya proses konseling, rasa sakit tersebut bisa timbul saat klien mengenang kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan saat terjadi proses konseling.
c.   Ragu-ragu, munculnya keragu-raguan didiri konselor atau klien saat proses konseling.
d.   Ungkapan Keinginan, sebuah bentuk pengekspresian yang mungkin dilakukan klien saat klien menginginkan sesuatu dari konselor.
e.   Ungkapan berpikir, salah satu cara pengekspresian yang dilakukan klien untuk menunjukkan klien sedang memikirkan hal-hal yang baru saja dibicarakan dalam proses konseling.
f. Ungkapan Kesadaran, salah satu bentuk pengekspresian yang dilakukan klien untuk menunjukan klien baru menyadari perasaan yang baru saja dikeluarkan atau diekspresikan klien.


Manfaat Diam
Ø  Mendorong klien untuk berbicara
Ø  Membantu klien memahami dirinya
Ø  Memberikan kesempatan dan relaksasi pada klien. 

Jenis-jenis Silence
Ø  Silence dari konselor
Jenis silence ini terjadi pada saat pusat komunikasi berada pada konselor. Pada waktu-waktu tertentu, konselor merespon dengan silence.
Konselor merasa dirinya terlalu aktif dan memutuskan untuk mengurangi keaktifan tersebut denagn memberikan kesempatan kepada klien untuk lebih banyahk aktif dan bertanggung jawab dengan menggunakan teknik diam (silence).
Disamping itu, kemungkinan konselor menyadari adanya suatu momentum pada diri klien yang daapt mengarahkan keasdaran, komitmen, atau isi-isu baru yang relevan. Dalam hal ini konselor menggunakan teknik diam agar tidak menggangu momentum psikologi klien tersebut.
Misalnya :
Ki   :  bu, saya masih saja bertanya-tanya kenapa sampai sekarang saya belum menemukan pasangan hidup?
Ko   : “..........(diam sejenak setelah memberikan kesempatan kepada klien istirahat sejenak setelah menumpahkan perasaan-perasaanya berkaitan dengan pertanyaan mengenai pasangan hidupnya)

Ø  Silence dari Klien
Silence jenis ini terjadi apad saat pusat komunikasiberada pada klien, yaitu setelah klien bercakap-cakap dan menerima tanggung jawab. Pada saat itu, ia berhenti berbicara beberapa saat. Silence tersebut terjadi antara lain karena klien mau beristirahat sejenak setelah mengungkapkan perasaan-perasaan dan konfliknya, mereorganisasi pikiran dan perasaan-perasaannya, memadukan pengalman-pengalamn atau isu-isi baru kedalam dirinya, menyusun kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya, atau mungkin penolakan terhadap proses konseling.


Misalnya:
Ki : Dulu saya selalu merasa hidup saya itu lengkap dan sanagt sempurna, semua yang saya inginkan bisa terpenuhi, Namun semenjak ayah saya tiada semua jadi berubah...........(Klien diam)
Ko        : .......(diam beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengalami perasaan-perasaanya secara mendalam)

Teknik Rejection dalam Konseling

REJECTION (PENOLAKAN)

1.     Pengertian rejection
Rejection adalah keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk melarang klien melakukan rencana yang akan membahayakan/merugikan dirinya atau orang lain.
Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif, yang bersifat menolak pandangan hidup,tindakan,atau rencana konseli.teknik ini hanya boleh di gunakan jika hubungan antara konseli dengan konselor baik,sehingga komentar negatif dari konselor tidak akan merusak hubungan, bahkan akan membantu konseli untuk menghadapi dirinya sendiri secara realistis.konselor yang berpengalaman sekalipun akan sangat berhati-hati dalam hal ini.konselor yang bertugas di institusi pendiddikan dapat saja mempunyai pertimbangan tertentu sebagai dasar yang membenarkan penggunaan teknik ini,misalnya pertimbangan moral dan pertimbangan pegogis.

2.    Jenis- jenis rejection
Secara umum ada 2 jenis penolakan, yaitu:
1.   Penolakan secara halus
2.   Penolakan secara terang-terangan atau langsung

3.    Waktu Pemberian Rejection
Rejekson diberikan oleh konselor kepeda klien ketika klien akan melakukan rencana yang akan membhayakan/merugikan diinya sendiri atau orang lain.
4.    Contoh Pemberian Rijection

Contoh penolakan secara halus
Konseli            : “Pak,kemarin saya habis bertengkar dengan orang tua saya karena saya melawan kehendak orangtua saya, saya berpikir di zaman yang modern ini bisa – bisanya orang tua saya punya pikiran untuk menjodohkan saya dengan laki- laki pilihan orangtua saya padahal saya masih sekolah lagian saya mempunyai calon pendamping hidup pilihan saya sendiri. Ingin rasanya saya keluar dari rumah dan pergi dengan kekasih saya.”
Konselor         : Coba anda pikirkan dulu baik-baik keputusan anda maninggalkan rumah           setelah pertengkaran anda dengan orangtua anda terjadi (Penolakan secara halus)

2.   Contoh penolakan secara terang-terang atau langsung
Konseli           : “Pak,kemarin saya habis bertengkar dengan orang tua saya karena saya melawan kehendak orangtua saya, saya berpikir di zaman yang modern ini           bisa – bisanya orang tua saya punya pikiran untuk menjodohkan saya dengan laki- laki pilihan orangtua saya padahal saya masih sekolah lagian saya mempunyai calon pendamping hidup pilihan saya sendiri. Ingin rasanya saya keluar dari rumah dan pergi dengan kekasih saya”
Konselor         : “Jangan, sebaiknya hubungan keluarga antara anda dengan orangtua anda jangan sampai terpecah berai. (Penolakan secara terang-terang atau langsung)

5.    Tujuan
Tujuan dari pemberian penolakan adalah:
1.       Agar klien tidak melakukan rencana yang membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain
2.       Agar klienmemikirkan kembali rencanya yang sudah diputuskan
3.       Agar klien tidak cepat mengambil keputusan yang salah serta membahayakan.
4.       Membuka wawasan konseli atas beberapa alternatif tindakan yang lebih menguntungkan.
5.       Mendorong konseli menempuh tindakan lain sebagai pengganti tindakannya yang merugikan.

6.    Komponen dan variasi
1.       Kata-kata rujukan atau acuan (berupa norma, nilai, hukum, peraturan, pendapat, otoritas).
2.       Kata inti larangan atau alternatif tindakan lain.
3.       Alasan atau rasional tindakan.
Contoh: “ orang tua anda memiliki pertimbangan, agar anda tetap lajang selagi kuliah, karena mungkin itu lebih mendukung konsentrasi anda”.

Selasa, 10 Juli 2012

Teknik Refleksi Perasaan dalam Konseling


A.      Pengertian
            Refleksi merupakan sebuah teknik yang digunakan konselor dalam menanggapi pembicaraan konseli dengan memantulkan kembali kepada konseli tentang perasaan, pikiran, sikap dan pengalaman konseli terkandung di balik pernyataan konseli (perasaan dalam usaha untuk menciptakan hubungan baik antara konselor dengan klien dan menggali atau memberikan kesempatan kepada klien untuk engeksplorasi diri dan masalahnya). Pemantulam ini merupakan hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non-verbal konseli.
            Untuk menyampaikan suatu Refleksi yaitu dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interprepasi dimulai.
            Teknik ini merupakan keterampilan konselor untuk merespon keadaan perasaan klien terhadap situasi yang sedang dihadapi. Kemampuan ini akan mendorong dan merangsang klien untuk mengemukakan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya.  Merefleksi perasaan klien merupakan suatu teknik yang ampuh, karena melalui tindakan keterampilan tersebut akan terwujud suasana keakraban dan sekaligus pemberian empati dari konselor kepada klien. Esensi dari keterampilan ini adalah untuk mendorong dan merangsang klien agar dapat mengekspresikan bagaimana perasaan tentang situasi yang sedang dialami. Untuk meyakinkan apakah respon yang diberikan konselor tepat atau tidak, konselor hendaknya melakukan pengecekan kembali dengan cara mengamati jawaban dan ekspresi klien setelah respons itu disampaikan.
            Dalam Refleksi ini, konselor mampu menangkap isi pikiran, perasaan, dan pengalaman konseli yang kita amati baik dari segi bahasa lisan maupun bahasa tubuh; kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan kita tersebut kepada konselee. Refleksi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena menyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konseli. Kita harus berusaha mengetahui isi pembicaraan konseli, sekaligus membaca apa yang sejujurnya sedang ia katakan kepada kita. Dengan kata lain, upaya refleksi merupakan upaya menggambarkan kembali isi komunikasi seseorang secara menyeluruh. Kesulitan mempersepsi ini dapat terjadi karena tidak jarang konseli mengatakan suatu hal tetapi bahasa tubuhnya menyertakan hal yang bertentangan. Misalnya konseli menyatakan bahwa ia dalam keadaan yang baik-baik saja, tetapi matanya berkaca-kaca, atau menarik napas dalam, atau hidungnya kembang-kempis.
            Jadi dengan demikian, dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya. Isi dari refleksi adalah memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukakan konselee kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap isi komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konselee mempelajari atau menemukan hal-hal baru yang belum mereka sadari berkaitan dengan permasalahan mereka.

B.      Tujuan
Tujuan dalam teknik refleksi perasaan ini diantaanya:
1.   Memperoleh kejelasan tentang perasaan konseli atau tentang suatu peristiwa.
2.   Konseli merasa dimengerti perasaannya.
3.   Mengarahkan pembicaraan yang lebih dalam terkait perasaan konseli.

C.      Jenis
Teknik refleksi ini ada tiga jenis, yaitu:
1.   Refleksi prasaan
Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan (merefleksikan) perasaan konseli sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan non-verbal. Untuk melakukan refleksi perasaan konselor dapat menggunakan kalimat seperti:
“nampaknya yang anda katakan adalah...”
“barangkali anda merasa...”
“Hal itu rupanya seperti...” (kiasan)
“adakah yang anda maksudkan...”
Contoh:
Konseli           : “guru itu sialan. Saya membencinya. Saya tidak akan mengerjakan PR-nya. Saya tidak akan mengerjakannya bagaimanapun juga.”
Konselor         : “nampaknya anda sungguh-sungguh marah”

2.   Refleksi pikiran
Refleksi pikiran (content) yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan ide, pikiran, pendapat konseli sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan non-verbal. Untuk melakukan keterampilan ini konselor dapat menggunakan kalimat seperti:
“nampaknya yang akan anda katakan...”
“barangkali yang akan anda utarakan adalah...”
“adakah yang anda maksudkan...”

3.   Refleksi pengalaman
Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan (merefleksikan) pengalaman-pengalaman konseli sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan non-verbal. Untuk melakukan refleksi pengalaman konselor dapat menggunakan kalimat seperti:
“nampaknya yang anda kemukakan adalah suatu...”
“barangkali yang akan anda utarakan adalah...”
“adakah yang anda maksudkan suatu peristiwa...”

D.      Unsur Respon
Unsur-unsur respon dalam teknik refleksi perasaan meliputi:
1.   Konselor didahului dengan kata-kata pendahuluan atau pemandu yang bersifat dugaan, seperti agaknya, sepertinya, nampaknya, rupa-rupanya, kedengarannya, nada-nadanya, dan sebagainya.
2.   Pernyataan atas jenis perasaan tertentu ang dialami konseli.

E.      Prinsip aplikasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaplikasian teknik ini diantaranya:
1.   Hindari stereotip (jangan terbawa perasaan).
2.   Pilih waktu yang tepat untuk merespon pernyataan konseli.
3.   Gunakan kata-kata perasaan yang melambangkan perasaan atau sikap konseli secara tepat.
4.   Sesuaikan bahasa yang digunakan dengan kondisi konseli.

 Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila:
1.   Streotipe dari konselor.
2.   Konselor tidak dapat mengatur waktu sesi konseling.
3.   Konselor tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan.
4.   Konselor tidak dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan.
5.   Konselor tidak dapat menemukan didalam perasaan.
6.   Konselor menambah arti perasaan dan,
7.   Konselor menggunakan bahasa kurang tepat.
Selanjutnya, menurut Surya, manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah:
1.   Membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam
2.   Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku
3.   Memuasatkan evaluasi pada klien
4.   Member kekuatan untuk memilih
5.   Memperjelas cara berpikir klien
6.   Menguji kedalaman motive-motive klien

Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah:
1.   Mengamati  perilaku klien, pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
2.   Mendengarkan dengan baik, penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan.
3.   Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien, tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien.
4.   Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
5.   Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien.
6.   Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
7.   Mengecek kembali perasaan klien.


DAFTAR PUSTAKA

Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling. Handout